Sabtu, 13 Februari 2016

Perizinan dan Bentuk-Bentuk Hukum Bank

Perizinan Bank
Pengaturan perizinan sangat penting dilakukan terhadap kegiatan-kegiatan usaha menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam berbagai bentuknya. Hal ini penting untuk melindungi kepentingan masyarakat, terutama terhadap nasabah penyimpan dan simpanannya.
Mengenai perizinan UU Perbankan telah mengatur dalam Pasal 16 ayat (1), (2), dan (3) yaitu :
Pasal 16 (1) :
“Setia pihak yang melakukan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan wajib terlebih dahulu memperoleh izin usaha sebagai bank umum atau bank perkereditan rakyat dari pimpinan bank Indonesia, kecuali apabila kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dimaksud diatur dengan undang-undang”.
Syarat Untuk Memperoleh Izin
Pasal 16 (2) :
Untuk memperoleh izin usaha bank umum dan bank perkreditan rakyat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), wajib memenuhi persyaratan sekurang-kurangnya tentang :
a. susunan organisasi dan kepengurusan
b. permodalan
c. kepemilikan
d. keahlian dibidang perbankan
e. kelayakan rencana kerja.
Pasal 16 (3) :
Persyaratan dan tata cara perizinan bank sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan oleh Bank Indonesia.

Sumber : patawari.wordpress.com

Jenis-Jenis Bank

I. JENIS – JENIS BANK
Dalam ketentuan Pasal 5 ayat (1) UU Perbankan membagi bank dalam dua jenis, yaitu :
1. Bank Umum
Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran
2. Bank Perkereditan Rakyat.
Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Bank umum kepemilikannya mungkin saja dimiliki oleh negara (pemerintah daerah), swasta asing, dan koperasi sedangkan BPR hanya dimungkinkan dimiliki oleh negara (pemerintah daerah), swasta dan koperasi saja.
Jenis bank dari segi kepemilikannya
1. Bank milik negara
2. Bank milik pemerintah daerah
3. Bank milik swasta baik dalam negeri maupun luar negeri
4. Bank koperasi


sumber : patawari.wordpress.com

Asas dan Fungsi Bank

I. ASAS
Asas Perbankan Indonesia dapat dapat diketahui dalam UU No. 10/1998 tentang Perbankan pada Pasal 2 :
“ Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian”.
Demokrasi ekonomi yang dimaksud adalah demokrasi ekonomi yang berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945.
Mengenai prinsip kehati-hatian sebagaimana disebutkan dalam ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Perbankan, tidak ada penjelasan secara resmi, tetapi kita dapat mengemukakan bahwa bank dan orang-orang yang terlibat didalamnya, terutama dalam membuat kebijaksanaan dan menjalankan kegiatan usahanya wajib menjalankan tugas dan wewenangnya masing-masing secara cermat, teliti, dan profesional sehingga memperoleh kepercayaan masyarakat. Selain itu bank dalam menjalankan usahanya harus selalu mematuhi seluruh peraturan perundang-undangan yang berlaku secara konsisten dengan didasari oleh itikad baik.
II. Fungsi
Diatur dalam Pasal 3 UU N0. 10/1998 :
“ Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat”.
Dari ketentuan ini terlihat fungsi bank sebagai perantara pihak-pihak yang memiliki kelebihan dana (surplus of funds) dengan pihak-pihak yang kekurangan dan memerlukan dana (lacks of funds).

sumber : patawari.wordpress.com

Sumber Hukum Perbankan

Sumber Hukum perbankan
  • Undang-Undang Dasar 1945
  • UU No. 10 Tahun 1998 Tentang perubahan UU No. 7 Tahun 1992 Tentang perbankan
  • UU No. 23 Tahun 1999
  • UU No. 3 Tahun 2004 Tentang Bank Indonesia
  • Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
  • Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, dan UU Kepailitan
  • Peraturan Pemerintah
  • Surat Keputusan presiden
  • Keputusan Menteri Keuangan
  • Surat Keputusan dan Surat Edaran Bank Indonesia
  • Peraturan lainya yang berhubungan erat dengan kegiatan perbankan, misalnya : Peraturan Menteri Agraria mengenai Hipotik dan Credietverband, dan sebagainya.

sumber : patawari.wordpress.com

Pengertian Bank

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia :
Bank adalah usaha di bidang keuangan yang menarik dan mengeluarkan uang di masyarakat, terutama memberikan kredit dan jasa di lalulintas pembayaran dan peredaran uang.
Menurut UU N0. 10 Tahun 1998 Tentang perubahan atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan Pasal 1 (2) :
“Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”.
Pengertian Perbankan :
Pasal 1 (1) UU No. 10/1998 :
“perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan”
Bank Lembaga Keuangan
Lembaga keuangan terdiri dari dua jenis yaitu :
– Lembaga keuangan bank
– Lembaga keuangan bukan bank
Adalah suatu badan yang melakukan kegiatan dibidang keuangan berupa usaha menghimpun dana, memberikan kredit, sebagai perantara dalam usaha mendapatkan sumber pembiayaan, dan usaha penyertaan modal, semuanya dilakukan secara langsung atau tidak langsung melalui penghimpunan dana terutama dengan jalan mengeluarkan kertas berharga.
Lembaga bukan bank beroperasi dibidang pasar uang dan modal
Segi usaha pokok yang dilakukan yaitu :
– sektor pembiayaan pembangunan berupa pemberian kredit jangka menengah/panjang serta melakukan penyertaan modal.
– Usaha ditujukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam bidang-bidang tertentu seperti memberikan pinjaman kepada masyarakat berupa pegadaian.
Perbedaannya dengan bank. Lembaga keuangan bukan bank tidak diperkenankan menerima simpanan baik dalam bentuk giro, deposito maupun tabungan. Penghimpunan dana hanya dapat dilakukan dengan pengeluaran kertas berharga.
Jenis Lembaga Keuangan Bukan Bank yaitu :
1. Asuransi
2. Lembaga pembiayaan
3. Pegadaian
4. Penyelenggara dana pensiun

sumber : patawari.wordpress.com

Apa itu Obscuur Libel

Pengertian Obscuur Libel adalah Gugatan Tidak Jelas 

Salah satu yang kerap mengakibatkan suatu gugatan dianggap cacat formil adalah karena dalil-dalil gugatan kabur, artinya gugatan tidak jelas.

Kekaburan suatu gugatan atau ketidak jelasan suatu gugatan dapat ditentukan berdasarkan hal-hal sebagai berikut :

1. Posita (fundamentum petendi) tidak menjelaskan dasar hukum (rechtgrond) dan kejadian yang mendasari gugatan atau ada dasar hukum tetapi tidak menjelaskan fakta kejadian atau sebaliknya. Dalil gugatan yang demikian tentunya tidak memenuhi asal jelas dan tegas (een duidelijke en bepaalde conclusie) sebagaimana diatur pasal 8 Rv.

2. Tidak jelas objek yang disengketakan, seperti tidak menyebut letak lokasi, tidak jelas batas, ukuran dan luasannya dan atau tidak ditemukan objek sengketa. Hal ini sebagaimana diperkuat putusan Mahkamah Agung No. 1149 K/Sip/1975 tanggal 17 April 1971 yang menyatakan "karena suat gugatan tidak menyebut dengan jelas letak tanah sengketa, gugatan tidak dapat diterima".

3. Penggabungan dua atau beberapa gugatan yang masing-masing berdiri sendiri.

Terkadang untuk menghemat segala sesuatunya, Penggugat dapat melakukan penggabungan atas beberapa pihak yang dianggap sebagai pihak tergugat (akumulasi subjektif) atau menggabungkan bebepa gugatan terhadap seorang tergugat (akumulasi objektif). Meskipun dibenarkan menurut hukum acara, hendaknya sebagai penggugat harus memahami bahwasanya penggabungan boleh dilakukan apabila ada hubungan yang sangat erat dan mendasar antara satu sama lainnya.

Bila penggabungan dilakukan secara campur aduk maka tentunya gugatan akan bertentangan dengan tertib beracara. Sebagai contoh, misalnya menggabungan antara gugatan mengenai wanprestasi menjadi gugatan perbuatan melawan hukum.

4. Terdapat saling pertentangan antara posita dengan petitum.

5. Petitum tidak terinci, tapi hanya berupa kompositur atau ex aequo et bono.